03 Maret 2011

HENDRIAWAN PUTRA??? (part one)

Mungkin temen-temen bingung dengan judul postingan saya yang sedikit aneh (namun terlalu keren bila dipikirkan) kali ini. Apakah karena pengaruh angka 13 yang merupakan angka yang terkenal dengan "kesialannya"??? tentunya tidak. Hal ini mungkin terjadi karena semangat saya yang sedang ingin sekali menulis mengenai sejarah hidup (baca : biografi) saya di blog saya.

Hendriawan Putra,
Ehm, mungkin temen-temen banyak yang penasaran mengapa nama saya sekeren itu (PeDe :p). Pertama "Hendri", berasal dari kata Hendro, yang berarti orang besar (karena dulu temen saya yang namanya Hendro badannya besar :p). Lalu "Awan", awan sendiri memiliki sejuta arti (ceileh :p), awan bisa melambangkan fleksibilitas. Awan juga melambangkan kesucian (karena berwarna putih). Selain itu awan juga dapat melambangkan sifat yang teduh (karena awan mampu menjadi peneduh bagi manusia yang kepanasan di bawah terik matahari). Definisi awan sendiri dituliskan sebagai berikut "Awan adalah sebuah materi tak berinti yang berada di langit yang bermuatan, yang apabila ada suatu materi yang menembus dirinya, ia akan memutuskan rantai ikatan air yang ada dalam dirinya dan apabila ada muatan-muatan yang bergerak sehingga awan bermuatan positif, maka awan mampu mengeluarkan guntur yang akan mencapai tanah (ground)" (Putra, 2011 (dari buku ensiklopedia ngawur)). Sedangkan arti kata Putra pasti temen-temen semua udah tau lah, yang tentunya memiliki arti seorang anak perempuan (lhoh????). . .


Untuk selanjutnya inilah kisah kehidupan seorang Hendriawan Putra,
Pada 4 Juni 1992, seorang anak laki-laki (yang keren) lahir ke dunia dalam keadaan prematur (Prematur aja keren apalagi kalo gag prematur :p). Dinamakanlah ia HENDRIAWAN PUTRA. Ia tumbuh menjadi seorang anak yang LUCU (Lugu Uaneh Culun Umbelan(arti : ingusan)) dan TAMPAN (Tampang Preman). Setelah beberapa tahun tinggal di Bandung, akhirnya kedua orangtuanya memutuskan untuk pindah ke Malang bersama dengan ketiga anaknya (di mana Putra sendiri adalah seorang anak tengah). Setelah menjalani TK di dinginnya kota Malang (yang gag kalah dengan kota Bandung), akhirnya pada tahun 1998 kedua orangtuanya (yang punya sifat nomaden) kembali memutuskan pindah ke kota Solo yang notabenenya adalah kota yang benar-benar berbeda, salah satunya karena panas (selain panas karena iklimnya, juga panas karena kerusuhan pada tahun 1998).

Waktupun kembali bergulir, Hendriawan Putra akhirnya diterima di salah satu SD terkenal (di kampungnya) pada saat itu. Pada saat memasuki kelas pertama kali, dengan kebanggaan berpakaian putih merah, ia memasuki salah satu kelas. Ternyata ia salah masuk kelas dan akhirnya membuahkan tangisan dari dirinya yang sangat mudah terharu (baca : cengeng). Di kelas satu, ia banyak sekali membuat terobosan-terobosan inovatif, seperti makan di kelas saat ulangan berlangsung (karena ulangan itu dikiranya adalah waktu istirahat :p). Saat mencapai kelas 3 SD banyak sekali kejadian yang menyayat-nyayat hatinya . Salah satunya karena dia dibentak oleh seorang temannya (yang berjenis kelamin wanita) sampai-sampai ia menangis (padahal cuman dibentak :p). Pada saat itu, iapun harus menerima kenyataan pahit bahwa ia harus mengenakan kacamata di usia se-belia itu (ia harus menerima kenyataan bahwa kedua matanya minus 2,5).

Waktupun terus berputar, tak terasa kelas 4 berlalu dan tibalah saat ia naik ke kelas 5. Iapun mulai berkenalan dengan seorang murid baru saat itu (yang adalah seorang anak perempuan yang manis di luar, namun tak tau dalamnya) dan iapun harus duduk di sebelah gadis itu.  Di sebelah tempat duduknya, tenyata juga ada seorang anak perempuan. Akhirnya kedua anak perempuan ini mulai saling kenal dan tak dinyana keduanyapun seringkali melakukan pertengkaran yang tak diketahui sebabnya (biasalah anak kecil :p). Akhirnya iapun terkena imbasnya. Namun untung ada seorang anak perempuan baik hati yang berhasil menolongnya dari kekejaman kedua wanita yang sering bertengkar itu (cieeeee :p).

Waktupun terus berlalu, akhirnya ia berhasil mencapai kelas 6 SD. Kejadian mengharukan kembali terjadi. Ia harus kembali meneteskan air matanya. Ia menangis karena kakak teman sekelasnya membentak dirinya karena ia gag sengaja menginjak tali sepatu milik kakak temannya tersebut (lagi-lagi cuman dibentak, gag diapa-apain :p). Namun teman saya yang berkakak kakak tadi (lhoh???) segera menghibur hati saya dan memberi saya sebuah tisu (untungnya teman saya ini adalah seoorang anak perempuan yang manis :p).  Selama SD, banyak sekali kisah mengharukan yang ia alami (karena kecengengan dirinya). Namun adapula kisah romansa masa SD, di mana ia pernah duduk di sebelah seorang wanita yang sering memberi keceriaan kepada dirinya setiap hari (temennya ini kepaksa duduk di sebelahnya karena disuruh guru dan pada akhirnya ketularan sifat aneh dari si Putra :p). Bahkan saking cerianya, ia pernah menelan beberapa isi steples (yang digunakan untuk njeglok). Ia juga pernah merangkai isi steples yang dijadikan sebuah rantai yang sangat panjang bersama anak perempuan yang duduk di sebelah kursinya tersebut.

Akhirnya ujian akhir pada saat itu telah berhasil ia lewati. Untuk merayakannya, gurunya mengajak dirinya dan kawan-kawannya untuk jalan-jalan ke Kota Budeg (eh Gudeg) dengan menggunakan sarana kereta api sebagai transportasi dari Solo ke sana. Pagi-pagi benar, ia dengan mengendarai sepedanya, pergi ke sekolahnya untuk berkumpul terlebih dahulu sebelum berangkat. Akhirnya, ia harus rela meletakkan sepedanya sembarangan untuk ditinggal seharian karena ia harus berangkat mengendarai mobil terlebih dahulu ke stasiun. Dan akhirnya ia merasakan keindahan kota Jogja kala itu (NB : Karena kebututan sepedanya, sepeda itu gag hilang, padahal gag dikunci dan gag diapa-apain :p).

Namun jangan salah sangka, kehidupan seorang Hendriawan Putra di masa SD tak selamanya aneh dan buruk. Ia beberapa kali menorehkan prestasi di sekolahnya. Salah satunya ia pernah ikut dalam suatu tim untuk mengikuti lomba pramuka yang membuahkan kemenangan pada timnya (saya sendiri lupa juara berapa). Ia juga tergolong anak yang unggul dalam kelasnya. Ia selalu masuk dalam rangking 10 besar (bahkan di kelas 6 masuk 3 besar (*bergaya sombong*)). Ia juga pernah ditunjuk untuk menjadi komandan upacara yang membuahkan rasa malu pada teman-temannya karena ia membuat banyak kesalahan dalam upacara tersebut. Bahkan upacara menjadi seperti acara lawak (karena kesalahannya tersebut membuat tertawa para peserta upacara). (Yah, yang terakhir ini gag bisa disebut sebuah prestasi, namun karena saya ternyata berani untuk mengambil resiko (menjadi seorang yang terkenal), akhirnya saya menganggap itu adalah sebuah prestasi).

Saya sebenernya juga bingung mau nulis apaan lagi mengenai masa kecil saya. Selain karena lupa, namun banyak sekali kejadian-kejadian (gag) penting lainnya yang saking banyaknya sulit sekali untuk diceritakan. Ada saat saya harus menangis (karena sifat cengeng saya), ada saat saya bisa tertawa ceria bersama sahabat-sahabat kecil saya, ada juga saat saya harus mengalami suatu ketakutan, ada pula kisah-kisah manis dan romantis (boonk banget) kala itu. Mungkin masa-masa itu dapat digambarkan sebagai sebuah pelangi yang sangat indah. Seandainya bisa, mungkin saya (gag) akan kembali menikmati masa-masa itu.

P.S. : Ada salah satu kisah persahabatan yang benar-benar menyentuh hati saya saat itu. Pada suatu malam, tepatnya saat  saya dan teman-teman harus menginap di tenda di halaman sekolah saya saat itu, saya dan beberapa teman saya mencoba untuk uji nyali (karena SD saya dianggap sekolah yang angker). Sebelum uji nyali, saya meminjam senter (yang bisa dipasang di kepala) pada teman saya. Sayapun pergi membawa senternya bersama kawan lain. Di jalan saya bingung untuk menghidupkan senter tersebut. Akhirnya saya puter-puter dah senternya ampe terdengar bunyi *KRAKKKK*. Saya segera bingung dan melarikan diri apabila teman saya menampakkan dirinya di dekat saya. Waktupun terus berlalu, sayapun tak bisa selamanya terus melarikan diri dan akhirnya saya harus berhadapan dengan dirinya. Saya segera minta maaf kepada dia dan segera saya sodorkan uang kepada dirinya sebagai bentuk pertanggungjawaban saya (yang tentunya tidak cukup untuk mengganti senternya tersebut). Ia segera mengutak-atik senternya dan akhirnya senternyapun kembali menyala, iapun mengatakan bahwa senternya tersebut tidak perlu diganti, dan ia cukup membeli lem untuk merekatkan keretakan yang terjadi. Saya bingung karena ia ternyata memiliki hati yang benar-benar baik. Iapun meletakkan senternya dan meninggalkan saya saat itu. Saya masih bingung dengan apa yang harus saya lakukan. Pada akhirnya, saya menyelipkan 3 lembar uang seribuan pada senter milik teman saya itu untuk mengganti uang pembelian lemnya.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

atas nama f4 ngapakers...

Putra nek neng blog Gemblung.....!!!!!
gile put, 4 jempol buat kamu(...tapi bukan jempolku)!!

LizcieL mengatakan...

wah, put lucuuu buaaanngeett ...
ditunggu part dua e... XD

Unknown mengatakan...

ok, makasih semuanya :D

Silakan Didenger